MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM TOKOH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABAD V-IX HIJRIAH/11-15 MASEHI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Fokus perkuliahan ini terletak pada pemikiran
ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi. Kajian dalam paket ini meliputi;
pemikiran ekonomi Islam Ibnu khaldun,Al-Maqrizi,Abu A’la Al Maududi & Ibnu
Qayim. Paket ini sebagai pengantar dan sekaligus pembanding bagi perkuliahan
selanjutnya, sehingga paket ini sangat penting untuk dipahami sebagai dasar
bagi pembahasan pada perkuliahan-perkuliahan selanjutnya.Dalam paket ini
mahasiswa akan mengkaji pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi dari
berbagai literatur, yaitu masa Ibnu khaldun,Al-Maqrizi,Abu A’la Al Maududi
& Ibnu Qayim. Pemikiran ekonomi Islam pada masa ini lebih banyak kepada
etika ekonomi, baik mikro maupun makro. Selain itu juga lebih pada pematangan
teori ekonomi, baik menyangkut perilaku konsumen, teori produksi, teori harga,
konsep uang, konsep tabungan, evolusi pasar, pajak, inflasi hingga perdaganagan
internasional. .Sebelum perkuliahan
dimulai, dosen memberi pengantar berupa ilustrasi pemikiran ekonomi Islam masa
kemapanan ekonomi. Dosen memberi beberapa contoh fokus kajian dari beberapa
ilmuwan ekonomi Islam. Dosen memberi stimulan ide kepada mahasiswa tentang
pemetaan keilmuan ekonomi Islam sehingga mahasiswa mempunyai kemampuan analisis
tentang pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi serta mampu membedakan
serta mengkaitkan pembahasan sejarah pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan
ekonomi dengan pembahasan sebelumnya maupun selanjutnya.
1.3.Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah
yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana pemikiran
ekonomi islam menurut Ibnu Khaldun ?
2. Bagaimana pemikiran
ekonomi islam menurut Al-Maqrizi ?
3. Bagaimana pemikiran
ekonomi islam menurut Abu A’la Al- Maududi?
4. Bagaimana pemikiran
ekonomi islam menurut Ibnu Qayim ?
1.3.Tujuan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah :
Untuk
mengetahui pemikiran ekonomi islam meurut Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Abu A’la
Al- Maududi & Ibnu Qayim.
BAB II
PEMBAHSAN
2.1 Ibnu Khaldun (732-808
H/1332-1406 M)
A.Riwayat Hidup
Ibnu Khaldun bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin
ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan
27 Mei 1332 M. Keluarga dari Ibnu Khaldun yang berasal dari Hadramaut, Yaman,
ini terkenal sebagai keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta
menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan.Ibnu Khaldun mengawali pelajaran
dari ayah kandungnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama
terkemuka, seperti abu Abdillah Muhammad bin Al-Arabi Al-Hashayiri, Abu
Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar, Abu Abdillah Muhammad Al-Jiyani, dan Abu
Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili, untuk mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan, seperti tata bahasa arab, hadist,fiqih, teologi, logika, ilmu
alam, matematika, dan astronomi[1].
Ibnu Khaldun adalah anggota dari kelompok elit, baik karena keturunan maupun
pendidikan. Pada tahun 1352 M, ketika masih berusia dua puluh tahun, ia sudah
menjadi master of the seal dan memulai karier politiknya yang berlanjut hingga
1375 M. Perjalanan hidupnya beragam[2].Dari
tahun 1375 M sampai 1378 M, ia menjalani pensiunnya di Gal’at Ibn Salamah,
sebuah puri di provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan Muqaddimah
sebagai volume pertamanya. Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan dari
buku – buku di berbagai perpustakaan besar, Ibn Khaldun mendapatkan izin dari
Pemerintah Hafsid untuk kembali ke Tunisia.[3]
Di sana, hingga tahun 1382 M ketika berangkat ke Iskandariah, ia menjadi guru
besar ilmu hukum. Sisa hidupnya di habiskan di Kairo hingga ia wafat pada
tanggal 17 Maret 1406 M
B.Karya-Karya
Karya
terbesar Ibn Khaldun adalah Al – Ibar (Sejarah Dunia). Karya ini terdiri dari
tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu
volume), Al – Ibar (empat volume), dan Al – Ta’rif bi Ibn Khaldun (dua volume).
Ibn Khaldun mencampur pertimbangan – pertimbangan filosofis, sosiologis, etis,
dan ekonomis dalam tulisan – tulisannya.[4]
C.Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun
1.Teori Produksi
Bagi Ibn Khaldun, produksi adalah aktifitas
manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional.
a.Tabiat
Manusiawi dari Produksi
Pada satu
sisi, manusia adalah binatang ekonomi. Tujuannya adalah produksi. Manusia dapat
didefinisikan dari segi produksi :
“Manusia
dibedakan dari makhluk hidup lainnya dari segi...upaya (nya) mencari
penghidupan dan perhatiannya pada berbagai jalan untuk mencapai dan memperoleh
sarana – sarana (kehidupan)”.(1:67)
Pada sisi
lainnya, faktor produksi yang utama adalah tenaga kerja manusia:
“Laba
(produksi) adalah nilai utama yang dicapai dari tenaga manusia”. (2:272)[5]
Karena itu, manusia harus melakukan produksi
guna mencukupi kebutuhan hidupnya, dan produksi berasal dari tenaga manusia.
b.Organisasi
Sosial dari Produksi
Melakukan
produksi juga penting bagi manusia. Jika manusia ingin hidup dan mencari
nafkah, manusia harus makan. Dan ia harus memproduksi makanannya. Hanya
tenaganya yang mengizinkannya untuk tetap dapat makan
:“Semua
berasal dari Allah. Namun tenaga manusia penting untuk... (penghidupan
manusia)”. (2:274)
Namun
demikian, manusia tidak dapat sendirian memproduksi cukup makanan untuk
hidupnya. Jika ia ingin bertahan, ia harus mengorganisasikan tenaganya. Melalui
modal atau melalui keterampilan[6]
.c.Organisasi
Internasional dari Produksi
Pembagian kerja internasional ini tidak didasarkan kepada
sumber daya alam dari negeri – negeri tersebut, tetapi didasarkan kepada keterampilan
penduduknya, karena bagi Ibn Khaldun, tenaga kerja adalah faktor produksi yang
paling penting. Karena itu, semakin banyak populasi yang aktif, semakin banyak
produksinya :
“Dalam hal jumlah kemakmuran dan aktivitas bisnisnya, kota –
kota besar maupun kecil berbeda – beda sesuai dengan perbedaan ukuran
peradabannya (populasinya)”. (2:234)[7]
Sejumlah surplus barang dihasilkan dan dapat diekspor,
dengan demikian meningkatkan kemakmuran kota tersebut.Ibn Khaldun menguraikan
suatu teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran,
permintaan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannya menciptakan permintaan
yang bertambah.[8] Selanjutnya
ia berusaha memperlihatkan proses perkembangan yang kumulatif yang disebabkan
oleh infrastruktur intelektual suatu negara. Bagi Ibnu Khaldun, karena faktor
produksi yang paling utama adalah tenaga kerja dan hambatan satu – satunya bagi
pembangunan adalah kurangnya persediaan tenaga kerja yang terampil, proses
kumulatif ini pada kenyataannya merupakan suatu teori ekonomi tentang
pembangunan:
“Keahlian akan berakar dengan kuat dalam suatu kota (hanya)
jika peradaban menetap sudah berakar dan dalam jangka waktu yang lama”. (2:309)
Teori Ibn Khaldun merupakan embrio suatu teori perdagangan
internasional, dengan analisis tentang syarat – syarat pertukaran antara negara
– negara karya dengan negara – negara miskin, tentang kecenderungan untuk
mengekspor dan mengimpor, tentang pengaruh struktur ekonomi terhadap
perkembangan dan tentang pentingnya modal intelektual dalam proses pertumbuhan.[9]
2.Teori Nilai, Uang, dan Harga
Ibn
Khaldun, dalam Muqaddimahnya menguraikan teori nilai, teori uang, dan teori
harga.
a.Teori Nilai
Bagi Ibn Khaldun,
nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya.
“Laba yang dihasilkan manusia adalah
nilai yang terealisasi dari tenaga kerjanya”. (2:289)
Demikian pula kekayaan bengsa – bangsa tidak ditentukan oleh
jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi
barang dan jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat.[10]
b.Teori Uang
Pengukuran nilai harus memiliki sejumlah kualitas tertentu. Ukuran
ini harus diterima oleh semua sebagai tender legal, dan penerbitannya harus
bebas dari semua pengaruh sebjektif.Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan
perak, adalah ukuran nilai. Logam – logam ini diterima secara alamiah sebagai
uang di mana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif :[11]
“Allah menciptakan dua “batuan” logam tersebut, emas dan
perak, sebagai (ukuran) nilai semua akumulasi modal. (Emas dan Peraklah) yang
dipilih untuk dianggap sebagai harta dan kekayaan oleh penduduk dunia”. (2:274)
Karena itu Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak
sebagai standar moneter.Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat
pula digunakan sebagai cadangan nilai.
c.Teori Harga
Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan
dan penawaran. Pengecualian satu – satunya dari hukum ini adalah harga emas dan
perak, yang merupakan standar moneter. Bila suatu barang langka dan banyak
diminta, maka harganya tinggi.Ibn Khaldun menguraikan suatu teori nilai yang
berdasarkan tenaga kerja, sebuah teori tentang uang yang kuantitatif, dan
sebuah teori tentang harga yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.[12]
3.Teori Distribusi
Harga suatu produk
terdiri dari tiga unsure; gaji, laba, dan pajak. Setiap unsur ini merupakan imbalan
jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat. Gaji adalah imbal jasa bagi
produsen. Laba adalah imbal jasa bagi pedagang. Dan pajak adalah imbal jasa
bagi pegawai dan penguasa.Sebagai catatan, harga imbal jasa dari setiap unsur
ini dengan sendirinya ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.
Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga
kerja yang dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang – barang.
Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang.
Namun
harga tenaga kerja itu sendiri ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.[13]
“Keahlian
dan tenaga kerja pun mahal di kota – kota dengan peradaban yang melimpah. Ada
tiga alasan untuk ini; pertama, karena besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh
meratanya hidup mewah dalam tempat yang demikian, dan padatnya penduduk. Kedua,
karena gampangnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan makanan di
kota – kota menyebabkan tukang – tukang (buruh) kurang mau menerima bayaran
rendah bagi pekerjaan dan pelayanannya. Ketiga, karena banyaknya orang kaya
yang memiliki banyak uang untuk dihamburkan, dan orang seperti ini banyak
kebutuhannya sehingga mereka memerlukan pelayanan orang lain, yang berakibat
timbulnya persaingan dalam mendapatkan jasa pelayanan, sehingga mereka bersedia
membayar lebih dari nilai pekerjaannya”. (2:241).[14]
Sementara
itu laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh
pedagang. Namun selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran,
yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual melalui
pasar.Ibnu Khaldun mendefinisikan dua fungsi utama dari perdagangan, yang
merupakan terjemahan waktu dan;
“Usaha untuk mencetak laba sedemikian dapat dilakukan dengan
menyimpan barang dan menahannya hingga pasar sudah berfluktuasi dari harga yang
rendah menuju harga yang tinggi... atau sang pedagang dapat memindahkan
barangnya kenegri yang lain dimana permintaan ditempat itu lebih banyak dari
pada di kota asalnya”. (2:297).
Sedangkan pajak
bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Karenanya, jumlah pajak
ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya
menentukan pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.Menurut Ibn
Khaldun pendapatan memiliki nilai optimum. Hal ini berkaitan erat dengan sistem
distribusi. Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak
mengalami peningkatan .
[15]
“hanya
sedikit bisnis yang berjalan (dan) harga – harga... menjadi sangat rendah”.
(2:241)
Jika
laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham – sahamnya dan tidak
dapat memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para
pedagang akan melikuidasi saham – sahamnya pula dan tidak dapat memperbaruinya
karena tekanan inflasi. Jika pajak terlalu rendah, pemerintah tidak dapat
menjalani fungsinya :
“pemilik harta dan kekayaan yang berlimpah dalam peradaban
tertentu memerlukan kekuatan protektif untuk membelanya”. (2:250)
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun membagi pendapatan nasional
menjadi tiga kategori; gaji, laba, dan pajak, dengan masing – masing kategori
ini memiliki tingkat optimum. Namun demikian, tingkat optimum ini tidak dapat
terjadi dalam jangka panjang, dan siklus aktifitas ekonomi harus terjadi.[16]
4.Teori Siklus
Bagi Ibn Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan
permintaan terhadap produk. Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah
produsen dan hasratnya untuk bekerja, demikian juga permintaan tergantung pada
jumlah pembali dan hasrat mereka untuk membeli.Variabel bagi produksi adalah populasi
serta pendapatan dan belanja negara, keuangan publik.
Menurut Ibn Khaldun
populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawar –
tawar dan selalu berfluktuasi
.a.Siklus Populasi
Semakin besar
produksi, semakin banyak produksinya. Demikian pula, semakin besar populasi
semakin besar permintaannya terhadap pasar dan semakin besar produksinya. Namun
populasi sendiri ditentukan oleh produksi. Semakin besar produksi, semakin
banyak permintaan terhadap tenaga kerja di pasar. Teori Ibn Khaldun bersifat
dinamis dan siklus harus terjadi. Jadi terdapat siklus populasi di kota – kota.
Populasi mengalami pertumbuhan dan dalam pertumbuhannya, [17]mengakibatkan
peningkatan permintaan dan produksi yang pada gilirannya membawa imigran baru.
b.Siklus Keuangan Publik
Negara juga merupakan faktor
produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, negara meningkatkan produksi, dan
dengan pajaknya negara membuat produksi menjadi lesu.Bagi Ibn Khaldun, sisi
pengeluaran keuangan publik sangatlah penting. Pada satu sisi, sebagian dari
pengeluaran ini penting bagi aktifitas ekonomi. Di sisi lain, pemerintah
menjalankan fungsi terhadap sisi permintaan pasar. Oleh karenanya, semakin
banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi
perekonomian.Pemerintah tidak dapat menciptakan uang. Uang diterbitkan oleh
suatu kantor religius menggunakan standar logam. Uang berasal dari perekonomian
dan harus kembali ke perekonomian. Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah
berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah memungut pajak yang kecil dan
penduduk memiliki laba yang besar.Jadi menurut Ibn Khaldun, terdapat optimum
fiskal tapi juga mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah
untuk membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak, yang
menimbulkan siklus produksi. [18]
2.2 Al-Maqrizi(766-845 H/1364-1442 M)
A.Riwayat Hidup
Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu
al-Abbas Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwan,
Kairo pada 766 H (1364-1365 M). Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa
yang terletak di kota Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal sebagai
Al-Maqrizi. Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa
kecil dan remaja Al-Maqrizi berada di bawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu,
Hanafi ibn Sa’igh, seorang penganut mazhab Hanafi.103Al-Maqrizi muda pun tumbuh
berdasarkan pendidikan mazhab ini. [19] Setelah
kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al-Maqrizi beralih ke
mazhab Syafi’i. Bahkan, dalam perkembangan pemikirannya, ia terlihat cenderung
menganut mazhab Zhahiri. Di antara tokoh terkenal yang sangat memengaruhi
pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan pengasas ilmu-ilmu sosial,
termasuk ilmu ekonomi. Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam
berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada 788 H (1386 M), Al-Maqrizi
memulainya kiprahnya sebagai pegawai di Diwan al-Insya, semacam sekretariat
negara. Kemudian, ia diangkat menjadi wakil qadi pada kantor hakim agung mazhab
Syafi’i, khatib di Masjid Jami ‘Amr dan Madrasah al-Sultan Hasan, Imam Masjid
Jami al-Hakim, dan guru hadis di Madrasah al-Muayyadah. Pada
tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib di
Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi
mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan
mudharabah, sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul
uang, dan kaidah-kaidah timbangan. [20] Pada
811 H (1408 M), Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administrasi wakaf di
Qalanisiyah, sambil bekerja di Rumah Sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang
sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah.
Kemudian, Sultan al-Malik al-Nashir Faraj bin Barquq (1399-1412 M) menawarinya
jabatan wakil pemerintah dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak
Al-Maqrizi. Setelah sekitar 10 tahun menetap di Damaskus, Al-Maqrizi kembali ke
Kairo. Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan
menghabiskan waktunya untuk ilmu. Pada tahun 834 H (1430 M), ia bersama
keluarganya menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekkah selama beberapa waktu
untuk menuntut ilmu serta mengajarkan hadis dan menulis sejarah. Lima tahun
kemudian, Al-Maqrizi kembali ke kampung halamannya, Barjuwan, Kairo. Di sini,
ia juga aktif mengajar dan menulis, terutama sejarah Islam hingga terkenal
sebagai seorang [21]
sejarahwan besar pada abad ke-9 Hijriyah. Al-Maqrizi meninggal dunia di Kairo
pada 27 Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.
B.Karya-karya Al
Maqrizi
Semasa hidupnya, Al-Maqrizi sangat produktif menulis
berbagai ilmu, terutama sejarah islam. Lebih dari seratus buah karya tulis
telah dihasilkannya, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya
memiliki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak
terbatas pada tulisan saja. Asy-Syayyal mengelompokkan buku-buku kecil tersebut
menjadi empat katagori. Pertama, buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah
islam umum, seperti kitab Al-Niza’ wa al-Takhashum fi ma baina Bani Umayyah wa
Bani Hasyim. Kedua, buku yang berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia
Islam yang belum terbahas oleh para sejarawan lainnya, seperti kitab Al-ilmam
bil Akhbar man bi Ardh al-habasyah min Muluk al Islam. Ketiga, buku yang
menguraikan biografi singkat para raja, seperti kitab Tarajin Muluk Al-Gharb
dan kitab al-Dzahab al-Masbuk bi Dzikr Man Hajja min al-Khulafa wa al-Muluk.
Keempat, buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa
aspek sosial dan ekonomi didunia islam pada umumnya, dan di Mesir pada umumnya.
Seperti kitab Syudzur al-‘Uqud fi Dzikr al-Nuqud, kitab al-Akyal wa al-Auzan
al-Syar’iyah, kitab Risalah fi al-Nuqud Islamiyah dan kitab Ighatsah al-Ummah
bi Kasyf al-Ghummah. [22] Sedangkan
terhadap karya-karya al-Maqrizi yang berbentuk buku besar, as-Syayyal membagi
menjadi tiga kategori. Pertama, buku yang membahas tentang sejarah dunia,
seperti kitab al-Khabar ‘an al -Basyr. Kedua, buku yang menjelaskan sejarah
islam umum, seperti kitab al-Durar al-Madhi’ah fi Tarikh al-Daulah
al-Islamiyyah. Ketiga, buku yang menguraikan sejarah Mesir pada masa islam,
seperti kitab al-Mawa’izh wa al-I’tibar bi Dzikr al-Khothbath wa al -Atsar,
kitab I’ttiazh al-Hunafa bi Dzikr al-Aimmah al-Fatimiyyah al-Khulafa, dan Kitab
al-Suluk li Makrifah Duwal al-Muluk.
C.Pemikiran Ekonomi
Al-Maqrizi
Latar belakang kehidupan Al-Maqrizi yang bukan
seorang sufi atau filosof dan relatif didominasi oleh aktivitasnya sebagai
sejarahwan Muslim sangat memengaruhi corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia
senantiasa melihat setiap persoalan dengan flash back dan mencoba memotret apa
adanya mengenai fenomena ekonomi suatu negara dengan memfokuskan perhatiannya
pada beberapa hal yang memengaruhi naik-turunnya suatu pemerintahan.105Hal ini
berarti bahwa pemikiran-pemikiran ekonomi Al-Maqrizi cenderung positif, satu
hal yang unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh
pemikiran yang normatif. [23] Dalam
pada itu, Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam yang melakukan studi
khusus tentang uang dan inflasi. Fokus perhatian Al-Maqrizi terhadap dua aspek
yang pada masapemerintahan Rasulullah dan al-Khulafa al-Rasyidun tidak
menimbulkan masalah ini, tampaknya, dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya
penyimpangan nilai-nilai Islam, terutama dalam kedua aspek tersebut, yang
dilakukan oleh para kepala pemerintahan Bani Umayyah dan selanjutnya.Situasi
tersebut menginspirasi Al-Maqrizi untuk mempresentasikan berbagai pandangannya
terhadap sebab-sebab krisis dalam sebuah karyanya, Ighatsah al-Ummah bi Kasyf
al-Ghummah. Dengan berbekal pengalaman yang memadai sebagai seorang muhtasib
(pengawas pasar), Al-Maqrizi membahas permasalahan inflasi dan peranan uang di
dalamnya, sebuah pembahasan yang sangat menakjubkan pada masa itu karena
mengorelasikan dua hal yang sangat jarang dilakukan oleh para pemikir Muslim
maupun Barat[24].Dalam
karyanya tersebut, Al-Maqrizi ingin membuktikan bahwa inflasi yang terjadi pada
periode 806-808 H adalah berbeda dari inflasi yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya sepanjang sejarah Mesir. Dari perspektif objek pembahasan, apabila
kita telusuri kembali berbagai literatur Islam klasik, pemikiran terhadap uang
merupakan fenomena yang jarang diamati para cendekiawan Muslim, baik pada
periode klasik maupun pertengahan.
D.Konsep Uang
Sebagai seorang sejarawan, al-Maqrizi mengemukakan
beberapa pemikiran tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang
digunakan oleh umat manusia. Pemikirnnya ini meliputi sejarah dan fungsi uang,
implikasi penciptaan mata uang buruk, dan daya beli uang.
a.Sejarah dan Fungsi Uang
Bagi al-Maqrizi mata uang mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehiduapan umat manusia, karena dengan mengguanakan uang
manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar aktivitas
kehidupannya. Menurut al-Maqrizi baik pada masa sebelum maupun setelah
kedatangan islam, mat uang digunakan oleh umat manusia untuk menentukan berbagai
harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini mata uang yang
dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.Dalam pandangan Al-Maqrizi kekacauan
mulai terlihat ketika pengaruh kaum mamluk semakin kuat dikalangan istana,
termasuk terhadap kebijakan percetakan mata uang dirham campuran. Percetakan
fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan
Dinasti Ayyubiyyah. Sultan Muhammad Al-Kamil ibn Al-Adil Al-Ayyubi yang
dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan
dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnnya.[25]Berbagai
fakta sejarah tersebut menurutAl-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang yang
dapat diterima sebagai standar nilai baik menurut hukum, logika, maupun tradisi
hanya yang terdiri dari emas dan perak. Lebih
lanjut ia menyatakan bahwa keberadaan fulus tetap diperlukan sebagai alat tukar
terhadap barang-barang yang tidak signifikan dan untuk berbagai biaya kebutuhan
rumah tangga sehari-hari.Sementara itu walaupun menakankan urgensi penggunaan
kembali mata uang yang terdiri dari emas dan perak, Al-Maqdizi menyadari bahwa
uang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan
harga-harga. Inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan
sewenang-wenang dari penguasa.
b.Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang
dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik.
Hal ini terlihat jelas ketika ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H.
Pada masa pemerintahan sultan Shalahuddin al-Ayyubi, mata uang yang dicetak
mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah
beredar. Dalam mnghadapi kenyataan tersebut masyarakat akan lebih memilih untuk
menyimpan mata uang yang berkualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan
serta melepaskan mata uang yang berkualiatas buruk kedalam peredaran. Akibatnya
mata uang lama yang baik keluar dari perdaran. Konsekuensinya terjadi
ketidakseimbangan dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata
uang tidak mencukupi untuk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitupula
halnya ketika harga emas atau perak mengalami penurunan.[26]
E.Teori Inflasi
Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor
penyebabnya kedalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah
dan faktor kesalahan manusia.
a.Inflasi alamiah
Sesuai dengan namanya inflasi jenis ini disebabkan
oleh berbagai faktor alamiyah yang tidak bisa dihindari umat manusia. Menurut
Al-Maqrizi ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil
bumi lainnya mengalami gagal panen. Sehingga persedian barang-barang tersebut
mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelangkaan.Dilain pihak
karena sifatnya yang signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai
barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga semakin membumbung tinggi jauh
melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan
harga berbagai barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.
b.Inflansi karena kesalahan manusia
Selain faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa
inflasi dapat menajdi akibat kesalahn manusia. Ia telah mengidentifikasikan
tiga hal yang baik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menyebabkan
terjadinya inflansi ini. Ketiga hal tersebut adalah korupsi dan administrasi
yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus.
Al-Maqrizi mengatakan bahwa pengankatan para pejabat
yang berdasarkan pemberian suap dan bukan kapabilitas akan menempatkan
orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan
terhormat, baik dikalangan legislatif maupun yudikatif maupun eksekutif. Ketika
berkuasa para pejabat tersebut mamulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih
kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun
kemewahan hidup. Mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan
menghalalkan segala cara.[27]
Menurut Al-Maqrizi
akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran
negara mengalami peningkatan yang sangat drastis. Sebagai konpensasinya mereka
menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai
pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal ini sangat
mempengaruhi kondisi para petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam
masyarakat. Konsenkuensinya biaya-biaya untuk penggarapan tanah, benih,
pemungutan hasil panen, dan sebagainya meningkat. Dan pada akhirnya menimbulkan
kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan harga-harga.Karena terjadi defisit
anggaran sebagai akibat dari perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang
negara untuk berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya, pemerintah melakukan
pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran. Kebijakan pencetakan fulus
secara besar-besaran menurut Al-Maqrizi sangat mempengaruhi penurunan nilai
mata uang
2.3 Ibnu Qayim
A.Kehidupan dan
lingkungannya
Shams al-Qayyim al Jawziyyah (691-751 H/1292-1350 M)
yang disebut sebagai Ibnu Qayyim.Ibnu
qayyim terlahir di Damaskus (Suriah) pada tahun 1292,Ia menghabiskan sebagian
besar hidupnya di kota tersebut dan meninngal dikota yang sama pada tahun 1350.
Ibnu Qayyim memperoleh pengajaran dari berbagai
guru, “tetapi pada kenyataannya ,tahun 713 H/1313 M ,ia merupakan murid ternama
dari Ibnu Taimiyah, dimana seluruh gagasan beliau bias dikatakan sebagai
gagasan yang dapat di serap dan karya-karyanya dipopulerkan, namun masih
mempertahankan kepribadianya sendiri.”[28]
Ibnu Qayyim pada akhirnya tertinggal
dalam reputasi sebagai penulis dengan talenta terbaik yang kefasihanya kontras
dengan prosa kering dan tajam gurunya yang terkemuka.
Ketika masukan doktrial dan karyanya
diterima”,karirnya cukup maju dan terhalang oleh oposisi yang neo-Hanibalisme
Ibnu Taimiyah temui di kalangan pemerintah Negara mamluk.Beberapa pemikir
muslimpada masa ini merupakan murid dan pengikut Ibnu Qayyim . “Memang ,sampai
saat ini ia adalah seorang penulis yang sangat percaya diri tidak hanya di
antara pada WWahhabiyah,tetapi juga diantara para Sallafiyyah dan banyak
kalangan Muslim Amerika Utara
B.Pemikran ekonmi Ibnu
Qayyim
Sebagai seorang sarjana yang
serbaguna,Ibnu qayyim menukis berbagai topic,termasuk masalah-masalah ekonomi
pada masanya.Seperti gurunya Ibnu Timiyyah, ia telah melihat pergolakan
sosial-ekonomi suatau masa (terutama pernag salib dan invasi Mongolia),serta
nasib masyarakat miskin dan eksploitasi para penguasa . Inspirasi lain baginya
adalah fakta bahwa islam merupakan agama dan cara hidup yang fokus terutama
pada masalah ekonomi yang berlaku ,mendorong usaha ekonomi dan menekankan
pencapaian keadilan sosial -ekonomi[29]
Ibnu Qayyim menulis setidaknya
sebelas buku (beberapa karya dengan beragam volume)dalam berbagai topik.
Beberapa karyanya adalah sebagai berikut:
1.
Madraij al Salikin (3 vol), dianggap sebagai “karya terbaik literature
spiritual Hanbali”;
2.
l’Lam al Muwaqqi’in (3 vol),
risalah tentang metodologi peradilan (disebut juga dengan al-fiqih), diikuti
dengan gagasan Ibnu Taimiyyah dalam bidangnya”; dan
3.
Al
Turuq al Hukmiyah, “berdasarkan gagasan yang dikemukakan
oleh Ibnu Taimiyyah dalam karyanya Hisba
dan al-siyasah al -syariyya
Ibnu Qayyim memiliki pandangan signifikan untuk
menawarkan berberapa kunci permasalahan ekonomi dan relevansi universal,secara
historis dan juga serentak.Kontribusinya bagi pemikiran ekonomi hampir serupa
dengan beberapa pendahuluanya,seperti Ibnu Taimiyyah dan Al-Ghazali.Kita akan
secara singkat membaahas aspek berikut dari pemikiran ekonomi beliau.
1. Filsafat ekonomi
diabawah islam;
2. Pandangan
tentang kemakmuran dan kemiskinan
3. Signifikansi
ekonomi dalam amal public (zakah) ;
4. Larangan riba;
dan
5. Mekanisme
pasar dan kebutuhan akan intervensi sektor umum.
C.Filsafat ekonomi di
bawah islam
Ibunu Qayyim menkankan bahwa kehidupan
duniawi,termasuk aspek ekonomi hanya sebagai cobaanyang diatur oleh Tuhan dengan
memberikan kekayan pada sebagian manusia dan mencabut hal yang sama pada
sebagian lainnya.kekayaan bukan sebagai nikmat Tuhan maupun kemiskinan sebagai ketidaksukaan Tuhan . Dan kekayaan
tersebut hanyalah sebagai kenikmatan semata; kenikmatan semata dan kehidupan
menyenangkan hanya cocok untuk hewan.Dengan demikian Ibnu Qayyim mencari ‘homo
islamicus’sebagai normanya,dan ‘homo ekonomikus’hanya sebagai bagian.Berpedoman
pada kitab suci,tujuan tertinggi dari masyarakat beradab adalah menyebarkan
keadilan sosial –ekonomi.[31]
Ibnu Qayyim mnegemukakan bahawa perilaku dosa tidak
hanya meniadakan keselamatan,tetapi juga menguranggi kehidupan duniawi,termasuk
perampasan kehidupan.Sebaliknya,ia berpendapat bahwa kebutuhan muliaseperti
yang terdapat dalam kitab suci,tidak hanya menjanjikan keselamatan dunia
akhirat,tetapi juga mengarah pada kesejahteraan ekonomi duniawi[32].
Ibnu Qayyim menekankan bahwa tujuan ekonomi perlu
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.Ia berpendapat:
Ketika diciptakan bahwa biji-bijan akan di peroleh
hanya setelah berbagai rantai aktivitas,hal itu bermakna bahwa produksi tidak bias diperoleh tanpa adanya aktivitas
menabur benih dan membudidayakan lahan.Seperti halnya juga dengan memuaskan
dahaga dan memenuhi rasa haus dan memenuhi rasa lapar bergantung pda meminum
air dan memakan makanan.Tetapi,tidak ada satupun dari tujuan tersebut dapat
dicapai tanpa upaya yang yang di prlukan yang sama berlaku bagi seluruh aspek
yang relavan dengan kehidupan akhirat.
D.Pandangan Terkait
Kemakmuran dan Kemiskinan
Ibnu Qayyim memeriksa argumen-argumen pihak-pihak
yang lebih menginginkan kemiskinan dan pihak yang menginginkan kemakmuran.Ia
mengadopsi posisi yang seimbang dan realistis,konsisten dengan kitab suci islam
bahwa kemakmuran lebih cenderung untuk dipilih dan aslkan disertai dengan rasa
syukur terhadap tuhan dan pemenuhan tugas dan kewajiban seseorang terharap
manusia lainnya.Lebih jauh lagi, menurut Ibnu Qayyim, kekayaan menjadikan
seseorang untuk melakukan perbuatan baik,religi serta sekuler,wajib serta
sukarela (misalnya,ziarah,amal,wakaf,pembangunan tempat ibadah,jalan dan
kanal.Meskipun demikian ,ia mejelaskan pendapat guru beliau,Ibnu
Taimiyyah,bahwa “di antara sikaya dan si miskin,yang paling disukai adalah
manusia yang takut pada Tuhan dan unggul perbuatan baik;jika si kaya dan si
miskin memiliki tingkatan yang sama dari kriteria ini,maka mereka juga memiliki
tingkatan yang sama disisi-Nya.Ibnu Qayyim juga memperingatkan tentang membuat bingung
kaum orang miskin dengan zuhud (secara
harfiah abstain,untuk menghindari,untuk mengabdikan)-suatu kebijakan islam
islam penting yang sering disalahartikan sebagai penolakan kekayaan dan
kehidupan duniawi.[33]
Dalam bukunya berjudul Madarij al Salikin, ia memeriksa makna zuhd dan menyimpulkan bahwa hal itu tidak bermakna penolakan
terhadap hal-hal duniawi. Ia berpendapat bahwa zuhd adalah pemikiran yang bermakna penyucian dari godaan material
dan fokus terhadap hal-hal tersebut.Seseorang bias memiliki pemikiran di
samoing memiliki hal materil tersebut seperti halnya juga kemungkinan untuk
memiliki kekayaan materil, namun kurang memiliki kesalehan.
E.Signifikansi ekonomi
zakat (amal wajib)
Menurut Ibnu Qayyim ,tujuan zakat adalah menyebarkan
keadilan sosial-ekonomi dan kebaikan serta perbuatan baik terhadap sesama.Untuk alasan ini,tingkat
rendah tertentu dan spesifik telah di perbaiki.Dengan
demikian, jumalah kewajiban tersebut tidak berlebihan bagi mereka yang harus
membayar dan jumlah tersebut cukup kecil untuk dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan mereka disamping membayar
kewajiban itu.Jumlah yang tinggi tidak hanya membahayakan insentif,tetapi juga
menghindari kaum kaya membayar kewajiban mereka.Di sisi lain, bantuan yang
‘berlebihan’ akan membuat kaum miskin menjadi tergantung.[34]
Setelah membahas berbagai tujuan zakat,Ibnu Qayyim
membahas empat tarif yang berbeda yang
dapat diterapkan.Dalam mengevaluasi terapan ekonomi untuk tarif tersebut , ia memerhatikan efesiensi dan juga
persamaan .Ia berpendapat bahwa kemampuan tenaga kerja dari basis zakat menjadi
faktor kunci dalam menentukan tarif.Secara umum,dalam rangka mendorong usaha
manusia,ia memilih tariff lebih rendah,kemampuan yang terbaik dari aktivitas
ekonomi.Jadi dalam irigasi pertanian yang melibatkan lebih banyak pekerja,dikenakan
tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan pertanian tadah hujan, hal-hal lain
bersifat konstan. Tarif tertinggi diterpkan dalam temuan harta (dianggap minimal dalam kemampuan tenaga kerja). Jadi
hal yang rasional dalam variasi tariff tersebut adalah menyebarkan efisiensi
ekonomi dan persamaan ekonomi.[35]
Ibnu Qayyim juga membahas periode pembayaran
zakat.Pertama zakat di kumpulkan hanya ketika tanaman telah di panen dan
pendapatan di hasilkan (kecuali untuk harta temuan,dimana zakat dibayarkan
langsung) misalnya ketika pendapatan bertambah.Jadi ia berpendapat bahwa
pengumpulan secara tahunan menjadi hal yang paling wajar tidak hanya bagi si pembayar
zakat tapi juga segi perspektif
administrative.
F.Larangan
bunga (Riba)
Adapun larangan bunga (riba),ketika Ibnu Taimiyyah juga
membahas isu-isu ekonomi yang relavan
dengan berbagai bentuk kemungkinan bunga “terselubung” ,Ibnu Qayyim memberi
penjelasan lebih detail,dan dalam hal ini,kontribusi yang terakhir melampaui
apa yang di kemukakan oleh guru beliau[36].
G.Mekanisme pasar dan
kebutuhan intervensi sektor public
Jika pasar mengarah pada
penyimpangan dari hanya harga,maka intervensi sector publik mungkin memerlukan
control harag dan regulasi.Disamping itu ia hanya juga membahas hanya
kompensasi,hanya upah dan juga hanya keuntungan.
Bagi sarjana/pemikir Islam Arab (misalnya Al-Ghazali,
Ibnu Taimiyyah dan lainya),gagasan “keadilan transaksi pasar” membentuk dasar
pedoman administratif dan regulasi dalam kaitan dengan wewenang untuk
melindunggi publik umum dari eksploitasi yang memungkinkan[37].
2.4 Abu A’la Al Maududi (1903-1979 M)
A. Biografi Al- Maududi
Sayyid Abul A’la Maududi merupakan
cendikiawan muslim yang dilahirkan pada 3 Rajab 1321 H atau 25 September 1903
di Aurangbad, India. Cendekiawan ini merupakan putra dari Abu Hasan, seorang
pengacara yang berketurunan dari sufi besar tarekat Christiyah yang banyak
berperan dalam penyeberan Islam di India.
Pendidikannya diawali di Madrasah
Furqoniyah, sebuah sekolah menengah yang mencoba menerapkan sistem pendidikan
nalar modern dan islam tradisional. Kemudian, orang tua al-Maududi lebih
memilih mendidiknya di rumah dengan menggunakan bahasa Arab Persia, Urdu dan
Inggris, sebab mereka tidak ingin al-Maududi pergi ke sekolah inggris. Dalam
konteks inilah, dapat dipahami kenapa Al Maududi menjadi seorang tradisionalis
fundamentalis (dengan latar belakang pendidikan yang anti barat).[38]
B. Latar Belakang
Pemikiran Al Maududi
Pemikiran Maududi didasarkan
keyakinannya bahwa Islam bukanlah sekumpulan gagasan yang tidak saling
berkaitan satu sama lain, tetapi Islam adalah agama yang paripurna, sempurna,
dan satu kesatuan bulat yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang jelas dan
pasti. Semua ajarannya, baik yang pokok maupun yang terinci secara logis digali
dari prinsip-prinsip dasar dan tidak terlepas dari ikatan prinsip tersebut.
Semua hukum dan peraturan yang ada dalam Islam diberbagai sektor kehidupan
merupakan hasil renungan, pengembangan dan pencerminan dari prinsip-prinsip
dasarnya. Dari prinsip-prinsip dasar inilah semua
rancangan kehidupan Islam muncul dan berkembang, sehingga segala aspek yang
akan dikaji tidak bisa lepas dari pengkajian prinsip dasarnya. [39]
C. Pemikiran Ekonomi Islam Al-Maududi
1. Format Sistem
Ekonomi Islam Al-Maududi
Menurut Al-Maududi, Islam telah
menerangkan sebuah system ekonomi. Akan tetapi, Islam hanya menentukan landasan
dasar yang bisa membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai di
setiap masa. Dalam bidang ekonomi, Islam telah membuat beberapa peraturan dan
menyusun sejumlah batasan dimana kita boleh membuat suatu system. Sebagaimana
perkembangan yang ada, kita harus menyimpulkan peraturan baru yang berada pada
batasan-batasan yang ditemukan oleh Islam. [40]
Dalam menggambarkan masalah ekonomi
manusia, S.A.A. Maududi mengatakan bahwa masalah ekonomi menempati hari-hari
pusat kehidupan intelektual dan sebelumnya belum pernah menonjol sehingga
banyak atau diasumsikan pentingnya, sekarang ini. Kata yang digunakan terkenal
sebagai soal fakta pentingnya ekonomi yang secara alami dalam kehidupan umat
manusia selalu dimiliki di setiap zaman. Terdorong atas individu, masyarakat,
bangsa, negara dan memang semua orang memperhatikan hal itu. Karena masalah ini
telah datang untuk dianggap sebagai satu-satunya masalah kehidupan.
Pada awal zaman, masalah ekonomi hampir
sama sederhana bagi manusia seperti pada hewan. Berarti tidak ada keterbatasan
dalam hidup yang telah tersebar di bumi Allah yang baik. Semua yang diperlukan
untuk menyokong kehidupan manusia tersedia dalam kelimpahan. Setiap orang pergi
keluar mencari bagiannya dan mendapatkannya dari harta tersebut. Tidak ada yang
harus membayar harga kebutuhannya, juga porsi satu orang bukan dalam
cengkeraman lain. Berpegang pada yang baik bahkan sampai hari ini sejauh hewan yang
bersangkutan.[41]
D. Teori Bunga
Maulana Abu al a’la Maududi telah membicarakan secara
panjang lebar aspek-aspek positif dan negatif dari institusi bunga serta telah
menunjukkan kejahatan-kejahatannya secara fundamental. Suatu usaha telah
dilakukan untuk meringkas argumentasinya.
1. Aspek negative bunga
Masalah yang pertama kali harus kita putuskan adalah apakah
bunga itu merupakan pembayaran yang beralasan? Apakah para kreditor itu adil
apabila menuntut untuk membayar bunga atas hutang yang diberikan? dan adilkah
jika penghutang dituntut membayar bunga terhadap pemberi pinjaman sesuatu yang
melebihi pinjaman pokok? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
menyelesaikan separuh dari masalah bunga. Jika dapat ditunjukkan bahwa bunga
tidak dapat dibenarkan baik oleh akal maupun keadilan, lalu mengapa bunga masih
menjadi perdebatan.
Mengapa peraturan yang tak beralsan tersebut tetap dibiarkan
berlangsung beraada di tengah masyarakat? Terdapat perbedaan pendapat yang
menyolok di antara para ahli yang mendukung doktrin bunga, yaitu untuk apakah
bunga itu dibayarkan? Sebagian mengatakan bunga itu merupakan harga ,
tetapi harga untuk apa? Benda berharga apakah yang dibayarkan oleh kreditor sehingga ia
menuntut imbalan uang setiap bulan ataupun setiap tahun? Para pelopor institusi
bunga mendapat kesulitan besar untuk memperoleh kesepakatan dalam masalah ini. [42]
E. Kejahatan Ekonomis
Bunga dibayarkan atas berbagai macam jenis pinjaman yang
mengakibatkan berbagai macam persoalan sesuai dengan sifat pinjaman dan
peminjan. Oleh karena itu, kita akan membicarakan setiap jenis pinjaman secara
terpisah:
a. Pinjaman Konsumsi
Pinjaman-pinjaman seperti ini dilakukan oleh orang-orang
yang mengalami kesulitan untuk memnuhi kebutuhan pribadinya. Pinjaman seperti
ini amat biasa dikalangan orang-orang miskin dan menengah, khususny di
Negara-negara berkembang. Sebagian besar orang yang mengambil ini memnuhi kebutuhan
sehari-hari. Oleh kerana itu, sebagian besar dari pendapatan mereka diambil
alih oleh pemilik modal dalam bentuk bunga. Jutaan manusia di Negara-negara
berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar hutang yang diwariskan
kepada mereka. Upaha dan gaji mereka sangat rendah untuk menjadikan mereka
mampu mendapatkan satu dua piring makanan setiap hari[43]
Pembayaran angsuran bunga yang berat secara terus menerus
ini telah merendahkan standard kehidupan dan pendidikan anak-anak mereka. Di
samping itu, kecemasan yang terus-menerus rupanya memengaruhi efisiensi kerja
mereka yang pada akhirnya akan memperlemah perekonomian Negara mereka.
Selanjutnya, pembayaran bung atelah mengurangi (menurunkan)
daya beli kalangan mereka. Oleh karena itu, industry yang memenuhi permintaan
golongan miskin dan menengah akan memeroleh kesan akan rendahnya permintaan
kalangan tersebut. Dan secara berangsur-angsur tetapi pasti, hal ini akan
menurunkan pembangunan industry serta menghambat kemajuan masyarakat.. [44]
b. Pinjaman Produktif
Pinjaman ini dilakukan oleh para pedagang, industrialis dan
para petani untuk tujuan-tujuan yang produktif masuk dalam kategori peminjam
jenis ini. Kapitalis, dengan malapraktek mereka, telah menimbulkan banyak
kesengsaraan dengan memungut bunga dari pera peminjam, begitu juga terhadap
masyarakat.
Selain itu, bunga tetap untuk jangka panjang itu sendiri
merupakan kejahatan besar yang kadang-kadang, jika keuntungan usaha rendah,
menghancurkan perusahaan yang bekerja dan berkembang maju. [45]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tokoh pemikir Islam pada abad 11-15 masehi adalah tokoh yang sampai
sekarang karya dan pemikiran mereka sampai saat ini di pakai untuk kepentingan
ekonomi Syari’ah samapai pada zaman sekarang ini.Dan tokoh pada abad ini juga
telah membuat pemikiran mereka sangat berarti dan pemikiran mereka menjadikan
sebuah motivasisupaya ekonomi di dunia ini bukan hanya konvensional saja tetapi
syari’ah juga mempunyai pemikiran ekonomi menurut sayariat agama islam.
Saran
Penulis menyadari bahwa makalah
diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.Penulis akan
memperbaiki makalh tersebut dengan pedoman pada banyak sumber yang dapat di
pertangung jawabkan.maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
Adiwarman A Karim “sejarah pemikiran ekonomi islam” (Depok:Rajawali Pers,2017),
Abularaq,
Sayyid Abu A’la Maududi: Sawanih, Tahrik, Lahore, 1971. Penerjemahan resmi
tentang kisah hidup Maududi
RA Gunadi dan M. Shoelhi. Dari
Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Penerbit Republika, 2002),
hlm 179.
Syed Abu A’la Maududi, Economic
system of Islam, Islamic Publication Ltd. Pakistan. 1994, h.82
Badre Alam Khan, Economic Right Of
Women Under, New Delhi, Adam Publishers & Distributors, 2005. Hal 11
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam(Dana Bhakti Wakaf,
Yogyakarta:1996), hal. 57.
[1]
Adiwarman A Karim “sejarah pemikiran
ekonomi islam” (Depok:Rajawali Pers,2017),hal.332
[38] Abularaq,
Sayyid Abu A’la Maududi: Sawanih, Tahrik, Lahore, 1971. Penerjemahan resmi
tentang kisah hidup Maududi
[39] RA Gunadi dan M. Shoelhi. Dari
Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Penerbit Republika, 2002),
hlm 179.
[41] Badre Alam
Khan, Economic Right Of Women Under, New Delhi, Adam Publishers &
Distributors, 2005. Hal 11
No comments:
Post a Comment